Konawe Selatan | Jumat (21/03/2014) Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) melakukan kegiatan Open Day Demonstrasi Plot (Demplot) Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dimana pada saat ini KHJL mendapatkan izin HTR dari pemerintah seluas 4639 hektar . Izin HTR yang diberikan pemerintah seluas 4639 hektar tersebar di 39 desa, namun lahan yang dibagikan baru seluas 272 heaktar untuk 4 desa dengan jatah masing-masing desa seluas 500 hektar. “Pembagian ini berdasar jumlah usulan yang masuk dari pengurus koperasi kemudian akan diverifikasi oleh tim. Dalam lokasi demplot ini ditanam beberapa Jenis tanaman yaitu Jati Lokal, Jati Bogor, Jati Malaysia, Mahoni, Sengon dan banyak lagi,” ujar Wakil Presiden Telapak Muchlis Landiku Usman
Pria yang akrab disapa pendok ini menyatakan bahwa tujuan dari pembuatan demplot ini adalah untuk tempat belajar bagi anak Sekolah Dasar sampai Mahasiswa dan masyarakat secara umum. Sejak tahun 2004 – 2010 KHJL terus berbenah dalam Upaya mewujudkan model pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat.
Dikutip dari Blog KHJL, dalam perjalanan KHJL mengelola hutan lestari juga telah melewati banyak rintangan dan banyak pengalaman berharga yang menurut kami dapat menjadi bahan pembelajaran bagi siapa saja yang berencana melakukan kegiatan pengelolaan Hutan Lestari.
Dalam kurun waktu 6 Tahun isu pengelolaan hutan lestari telah menjadi bahan pembicaraan para pemangku kepentingan dan kebijakan dengan biaya yang tidak sedikit, jika saja ada yang menghitung besaran biaya yang dikeluarkan kemungkinan besar biayanya akan sama dengan 25 kali dari biaya yang telah dikeluarkan untuk membangun KHJL sampai dengan tahun 2010.
Pada Tanggal 18 Maret 2004 Koperasi Hutan Jaya Lestari (KHJL) resmi menjadi sebuah lembaga ekonomi yang dipersiapkan sebagai calon Pemegang IUPHHK-AKSF sebagai Pengelola AKSF dengan Badan Hukum No. 518.15/ DKK/ III/2004.
Dalam rangka implementasi pengelolaan hutan jati di tanah milik, Tropical Forest Trust (TFT) dan KHJL menandatangani MoU kerjasama untuk mendapatkan sertifikat Forest Stewardship Council (FSC). Pada tahap awal pengelolaan hutan jati dilakukan di 12 unit (kurang lebih 14 desa) yang tersebar di 4 Kecamatan (sebelum dimekarkan) dengan jumlah anggota 196 orang. Setelah itu diberikan pelatihan-pelatihan yang menunjang kegiatan pengelolaan hutan, seperti persemaian jati, inventarisasi, pemeliharaan, penanaman, pengukuran, rencana pemanenan, penentuan JTT, pengoperasian computer, pengelolaan keuangan, sistem lacak balak, pengawasan dan pengecekan koordinat lahan di peta, dan lain lain. Disamping itu difasilitasi untuk menyusun standar operasional prosedur dalam setiap tahapan pengelolaan hutan.
Setelah berjalan sekitar 1 tahun dan dinilai KHJL siap untuk di audit, maka bulan februari 2005 dilakukan audit FSC oleh lembaga sertifikasi SmartWood pada bulan Februari 2005. Tidak lama kemudian hasil audit tersebut keluar dan KHJL dinyatakan memperoleh sertifikat FSC pada tanggal 20 Mei 2005.
Dengan diterimanya sertifikat FSC oleh KHJL , terjadi kenaikan harga penjualan kayu jati dari KHJL. Kisaran kenaikan tersebut:
- Tahun 2005 harga penjualan KHJL kepada pembeli sebesar Rp 3,2 juta/M3 (diameter 13 cm keatas)
- Tahun 2006 harga penjualan KHJL kepada pembeli naik menjadi rata-rata Rp 5 juta/M3 (diameter 13 cm keatas)
- Tahun 2007-2008 harga penjualan KHJL kepada pembeli naik menjadi rata-rata Rp 6 juta/M3
KHJL pun meningkatkan harga pembelian kayu jati dalam bentuk balok dari anggota, dari semula Rp.600.000,- per M3, naik menjadi Rp. 1,445 jt ; dan th 2007-2008 menjadi rata-rata Rp. 1,750.000,- . Disamping itu, dengan adanya sertifikasi FSC yang diperoleh KHJL memberikan efek domino yang bermanfaat antara lain :
- Bagi Pemerintah daerah memperoleh dana Retribusi sampai dengan saat ini Lebih kurang Rp 256 juta di luar biaya yang dikeluarkan untuk membiayai IPKTM, IPKHH-HR,
- Bagi Ekologi : ada peningkatan jumlah populasi tanaman Jati baik anggota maupun non anggota,
- Bagi Sosial : ada perubahan Perilaku masyarakat yang dulu sebagai pelaku Illegal logging menjadi Pelaku Pelestari Hutan.