PEMBAKARAN HUTAN RIAU: Perusahaan Kertas dan Kelapa Sawit Tersangka

Tiga perusahaan kelapa sawit dan lima perusahaan kertas ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan pembakaran lahan di Riau pada Juni 2013. Korporasi yang diduga terlibat di antaranya menjadi pemasok bahan baku Asia Pulp and Paper (APP) dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Penyidikan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Shaifuddin Akbar dalam satu wawancara khusus pada pekan lalu.

Menurutnya, penetapan status tersangka pada perusahaan sebagai entitas legal sudah dilakukan sejak Agustus. Penetapan tersangka itu berdasarkan pada Pasal 98 dan Pasal 108 jo Pasal 116 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

“Kami menemukan dua alat bukti minimal sehingga dinaikkan statusnya menjadi penyidikan. Pengembangan penyelidikan juga terus dilakukan berikut dengan jajaran manajemen perusahaan,” kata Akbar pada Kamis, (19/9/2013).

Pasal 98 mengatur tentang pidana pada  setiap orang yang secara sengaja melakukan perbuatan sehingga berakibat dilampauinya baku mutu udara, sedangkan Pasal 108 mengatur tentang pidana pada setiap orang yang melakukan pembakaran lahan. Terakhir, Pasal 116 mengatur tentang tindak pidana yang dapat dijatuhkan pada badan usaha atau orang, hingga yang memiliki hubungan kerja.

Perusahaan-perusahaan kertas atau yang termasuk dalam sektor hutan tanaman industri (HTI) dalam kasus itu adalah PT BMS, PT BBHA, PT RUJ, PT SPM dan PT SRL. Eyes on the Forest (EoF), koalisi organisasi lingkungan di Riau, menyebutkan PT RUJ selama ini dikenal sebagai pemasok bahan baku APP, sedangkan PT SRL memasok kayunya ke RAPP.

APP  berada di bawah kendali Sinar Mas Group yang dimiliki Eka Tjipta Widjaja. Korporasi tersebut memproduksi kertas, bubur kertas, pengemasan, perlengkapan tulis, tisu dan lainnya.

Pada 2009, kapasitas produksi bubur kertas dan kertas masing-masing  mencapai sekitar  3 juta ton  serta 7,3 juta ton per tahun. Sedangkan RAPP, berdiri sejak 1992, merupakan perusahaan di bawah kontrol Asia Pacific Resources International Limited (APRIL) yang dimiliki pebisnis Sukanto Tanoto. Kapasitas produksi bubur kertas dan kertasnya sedikitnya mencapai 2,8 juta ton dan 800.000 ton.

Direktur RAPP Mulia Nauli menegaskan bahwa SRL bukan merupakan grup RAPP dan secara legal tidak terkait.  “Kami persilakan menghubungi pihak SRL untuk klarifikasi lebih lanjut,” jelas Mulia.

Sedangkan Deputy Director Sustainability & Stakeholder Engagement APP Aniela Maria mengatakan pihaknya belum mengetahui penetapan status tersebut dari kementerian tersebut dan akan mencari informasi lebih lanjut.

MILIK SANDIAGA UNO

Sementara itu untuk perusahaan kelapa sawit, status tersangka dilakukan pada PT AP, PT JJP dan PT LIH. PT LIH merupakan anak usaha PT Provident Agro Tbk, milik pengusaha Sandiaga Uno. Ketiga perusahaan tersebut masuk dalam keanggotaan the Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). PT AP merupakan anak usaha dari korporasi asal Malaysia, Kuala Lumpur Kepong (KKP) Berhad, sedangkan PT JJP dimiliki Ganda Group.

Terkait dengan hal itu, Bisnis mengirimkan layanan pesan pendek kepada pemilik PT Provident, Sandiaga Uno namun tak ada respons. Surat elektronik pun dikirimkan ke jajaran manajemen perusahaan yang berkode saham PALM itu, namun juga tak dibalas.

KLH melakukan penyelidikan di lapangan pada Juli—Agustus terkait dengan dugaan pembakaran lahan di kawasan hutan untuk pembukaan lahan. Sepanjang kebakaran terjadi, kabut asap menyelimuti Pekanbaru, bahkan hingga Malaysia dan Singapura. Sebagian masyarakat  di Riau pun mengalami dampak kesehatan karena asap tersebut.

Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Muslim Rasyid mengatakan penetapan tersangka KLH  harus diikuti bukti yang kuat hingga ke persidangan kelak. Menurutnya, penetapan status tersangka mengkonfirmasi adanya dugaan peran perusahaan dalam kerusakan hutan di Riau.

“Yang  selanjutnya dilakukan adalah mengawal proses tersebut hingga ke pengadilan. KPK bisa memantau proses tersebut selain  masyarakat sipil,” kata Muslim ketika dikonfirmasi.

Pemantauan masyarakat sipil, sambung Muslim, menjadi penting karena sempat dihentikannya kasus dugaan pembalakan yang dilakukan korporasi oleh Polisi Daerah Riau pada 2008.

Koordinator Sawit Watch Jefri Saragih mengatakan ketika suatu tindak pidana dilakukan badan usaha, pidananya dapat ditambah sepertiga dari pidana maksimum. Tak hanya itu, sambungnya, pemerintah juga dapat memberikan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan penutupan usaha.

“Penyelesaian hukum yang tuntas atas kasus tersebut harus dijadikan prioritas utama agar hukum kita tidak dianggap sebagai ‘harimau ompong’ oleh para ‘raja hutan’,  pembakar hutan dan lahan,” kata Jefri beberapa waktu lalu.

——-

Sumber: bisnis.com, 23/09/2013

link: bisnis.com