Perkumpulan Telapak membentuk community logging (comlog) di berbagai daerah di Indonesia. Mereka ini dari kalangan aktivis dan masyarakat yang berada di sekitar hutan. Komunitas ini menjadi para investigator hutan yang andal. Dari comlog ini juga berhasil dibentuk unit-unit usaha koperasi dari produk-produk hutan.
Dalam rilis kepada media, Jumat(14/6/13), Silverius Oscar Unggul, Koordinator Nasional Community Logging Telapak mengatakan, hasil investigasi dari comlog ini juga membangun dan mengembangkan Forest Watch Indonesia (FWI).
“Hasil para investigator hutan Telapak, memiliki data yang tidak bisa terbantahkan,” katanya dalam Lokakarya dan Konsolidasi Nasional Gerakan Community Logging Telapak Jilid 2.
Pada 2005, katanya, merupakan puncak kampanye comlog, bahkan Telapak diundang di Istana Negara membeberkan data yang dimiliki. Saat itu, pengkampanye illegal logging Telapak Yayat Afianto sebagai pembicara.
Dari data itu, pemerintah melaksanakan operasi besar illegal logging salah satu Operasi Wahana Lestari dipusatkan di Papua dan Kalimantan. “Sayang, hasil dari operasi besar hanya menangkap masyarakat kecil dan masyarakat adat tinggal di sekitar kawasan hutan, mereka hanya mengambil beberapa kayu. Sedang pelaku utama dan pembalak besar tidak tertangkap.”
Dari kejadian itu, Telapak berpikir ulang. Muncul ide mengajak masyarakat sekitar kawasan hutan mengelola hutan secara lestari. “Kami memulai dengan Forum Illegal Logging dipusatkan di Kendari, hingga tercipta community logging. Bermula dari satu titik, akhirnya comlog dikembangkan dengan banyak tempat, seperti KulonProgo, dan Lampung.”
Dengan comlog ini, diharapkan mampu menjadi stimulan perubahan mendasar pengelolaan hutan di Indonesia. Dengan kemunculan aktor-aktor pemimpin dan penggerak baru dari kalangan masyarakat yang mampu negoisasi dengan para pihak baik pemerintah, pengusaha, lembaga non pemerintah. Comlog ini, program inti Telapak dalam bentuk pengembangan sistem pengelolaan sumberdaya hutan berbasis komunitas desa atau adat.
Comlog tak hanya menciptakan investigator hutan handal, tetapi juga beberapa unit usaha melalui koperasi. Koperasi ini berhasil mengembangkan anggota tiap tahun. Koperasi ini sangat membantu memenuhi kesejahteraan anggota.
Febri Ekawati, Sekretaris Badan Teritorial Lampung mengatakan, bahwa Koperasi Comlog Giri Mukti Wana Tirta (GMWT) Lampung menjadi bukti keberhasilan comlog. Saat ini, koperasi ini memiliki beberapa unit usaha seperti pengolahan produk hasil hutan seperti kayu, furnitur, dan pembibitan kayu. Juga, pengembangan energi terbarukan (biogas), madu, rempah sampai pengembangan jasa lingkungan lewat adopsi pohon dan penyerapan carbon.
“Koperasi comlog ini telah memperoleh sertifikat VLK No.00050 pada pengelolaan hutan rakyat tahun 2011.”
Ada juga Koperasi Comlog Wana Lestari Menoreh (KWLM) berpusat di Yogyakarta. Ia menorehkan keberhasilan program ini. Koperasi ini mendapatkan sertifikat Forest Stewarship Council (FSC) dengan membuat ketentuan tebang satu tanam 10.
Inisiatif comlog dipicu kondisi lahan kritis di Indonesia, dengan luas mencapai 59,2 juta hektar dari total kawasan hutan 120,5 juta hektar. Harapannya, lahan kritis ini bisa berpotensi menjadi lokasi pengembangan comlog. Ia sebagai pengganti kerusakan dampak praktik-praktik illegal logging. Data BPS 2006, orang miskin di dalam dan sekitar hutan sebanyak 14,1 juta hingga comlog menjadi alternatif lapangan usaha yang mampu menyerap tenaga kerja bagi komunitas di sekitar hutan.