Permasalahan antara perusahaan perkebunan kelapa sawit dengan masyarakat adat, perusahaan tambang dengan masyarakat adat, perusahaan HTI dengan masyarakat adat dan HPH dengan masyarakat adat menjadi permasalah yang belum dalam diselesaikan di Indonesia.
Ekspansi batubara dan sawit telah menjalar ke desa Muara Tae yang terletak di Kabupaten Kutai Barat. Ekspansi tersebut dilakukan dengan alasan pemenuhan kebutuhan energi nasional. Namun, argumen itu kontradiktif dengan kenyataan bahwa lebih dari separuh batubara dan sawit mentah diekspor ke luar negeri dikarenakan harga yang lebih menarik. Sekitar 73.8 persen produksi sawit mentah (crude palm oil) ternyata di ekspor ke luar negeri pada 2009. Di Kutai Barat, peningkatan produksi batubara telah meningkat lebih dari 2 kali lipat dari 2007 sampai 2009. 70 persen produksi batubara nasional pun di keruk dari Kalimantan Timur. Namun, 80% dari produksi nasional batubara diekspor ke luar negeri pada 2010.
Kedatangan korporasi tambang batubara dan sawit juga tidak membawa dampak pemenuhan kebutuhan energi listrik dan kesejahteraan signifikan bagi masyarakat Muara Tae. Batubara merupakan salah satu bahan baku untuk energi listrik. Walaupun salah satu korporasi besar pemasok batubara paling banyak masuk ke Muara Tae, yakni PT Gunung Bayan Pratama coal, kabupaten Kutai Barat menjadi salah satu kabupaten terendah dalam hal pemenuhan listrik di Kalimantan timur. Di Kalimantan timur, PLN (Perusahaan Listrik Negara) juga dikabarkan pernah defisit sebanyak 30 MW. Ironisnya, lebih 50 persen penjualan listrik nasional masih untuk gabungan industri dan komersial. Dari sisi kesejahteraan, walaupun Kabupaten Kutai Barat merupakan peringkat 18 kabupaten tertinggi nasional dalam penerimaan dana bagi hasil pajak ataupun bukan pajak, hingga 740 milyar rupiah, namun IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Kutai Barat menempati 5 peringkat terbawah di Kalimantan timur.
Lihat dan unduh Hutan Kami Hidup Kami: Cerita dari Muara Tae