Komisioner Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Sandrayati Moniaga mengatakan, sebagian masyarakat hukum adat yang hidup di sekitar kawasan hutan kehilangan hak-hak atas wilayah adat sejak zaman Pemerintah Belanda.
“Bahkan sampai saat ini, Pemerintah Indonesia juga mengabaikan hak-hak masyarakat hukum adat dan tidak diberikan kesempatan pengelolaan hutan di daerah tempat tinggal mereka,” katanya di Medan, Selasa.
Hal tersebut dikatakannya pada Diskusi Publik Mengenai Hak Masyarakat Hukum Adat di Kawasan Hutan Wilayah Sumatera.
Padahal, menurut dia, landasan konstitusi tentang masyarakat hukum adat tersebut sudah lama ada, namun tidak pernah direalisasikan oleh pemerintah.
“Dalam UUD 1945 Pasal 18 B ayat (2) negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-Undang,” ucap dia.
Sandrayati mengatakan, pemerintah harus menghargai dan menghormati masyarakat hukum adat tersebut, berdasarkan dalam UUD-1945 dan peraturan hukum lainnya.
Oleh karena itu, jelasnya, masyarakat Desa Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hansundutan (Humbahas), masyarakat adat di Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara juga harus dihargai dan termasuk budaya dan adat istiadat mereka.
Selain itu, kedua daerah tersebut memiliki kawasan hutan cukup luas dan saat ini ditempati masyarakat hukum adat, tetapi tidak diberi izin oleh pemerintah.
“Begitu juga Kepulauan Mentawai di Provinsi Sumatera Barat cukup luas areal hutannya dan masih alami, serta diperkirakan 100 persen masih hutan yang alami,” ujarnya.
Komisioner HAM itu menambahkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 yang mendudukkan hak masyarakat adat secara jelas, bahwa wilayah mereka bukan termasuk kawasan hutan negara yang bisa dipindahtangankan pegelolaannya pada pihak ketiga tanpa persetujuan mereka.
“Komnas HAM termasuk lembaga yang mendukung perjuangan hak-hak masyarakat hukum adat yang ada di tanah air,” kata Sandrayati. (Sumber: Antara)