Bogor | Kerusakan lingkungan dari waktu ke waktu makin masif. Di Jawa Barat sendiri, sebagian besar hutan lindung penyangga daerah aliran sungai telah rusak parah. Penyebabnya adalah tekanan penduduk serta inkonsistensi penataan ruang wilayah oleh pemerintah di kawasan tersebut. Seperti yang terjadi di hulu Cisadane, 70% wilayah digunakan oleh perkebunan swasta, pertambangan dan badan pemerintah. Kondisi tesebut berakibat pada hilangnya sumber penghidupan masyarakat dari pertanian, berkurangnya keanekaragaman hayati, hingga kerusakan sungai akibat berkurangnya daerah resapan air.
Tak hanya di hulu, di wilayah hilir Jakarta, masyarakat kampung di wilayah pesisir Jakarta mengalami banjir, baik di musim hujan maupun saat rob. Hal ini terjadi karena beralihnya hutan mangrove teluk Jakarta menjadi real estate. Begitu juga Orang Rimba di pedalaman hutan Bukit Duabelas Jambi, yang dipaksa terus menyingkir karena meluasnya area perkebunan kelapa sawit. Hal ini juga berdampak pada tercemarnya air Sungai Makekal karena bahan kimia dari perkebunan sawit. Senin (01/07/2013)
Anak-anak adalah salah satu kelompok yang rentan atas kerusakan lingkungan, perubahan lingkungan dan dampak polusi karena sedang dalam masa pertumbuhan. Sayangnya, mereka belum menjadi fokus utama dalam berbagai pembahasan tentang dampak kerusakan lingkungan. Mereka juga belum mendapatkan ruang untuk mengekspresikan diri dalam upaya pelestarian lingkungan maupun informasi tentang dampak kerusakan lingkungan.
Kampanye “Sungai Kami Hidup Kami” (Our Rivers Our Life/OROL) yang digagas oleh 7 negara Asia Tenggara merekomendasikan untuk memastikan anak memiliki hak untuk menikmati lingkungan yang bersih dan aman. Pembangunan harus menghormati keseimbangan lingkungan, ekonomi, sosial dan well-being atau kesejahteraan. Berbagai komunitas termasuk kelompok anak/pemuda telah berupaya untuk mengembalikan kelestarian sungai dan keanekaragaman hayati, misalnya dengan membuat pembibitan tanaman lokal seperti berbagai varietas bambu dan buah-buahan lokal, biomonitoring sungai, pemetaan partisipatif dan pengelolaan sampah. Seluruh kegiatan tersebut merupakan upaya perencanaan wilayah yang berbasis komunitas.
Bersama dengan berbagai organisasi yang peduli akan kelestarian lingkungan, khususnya sungai, Kampanye OROL akan mengadakan rangkaian kegiatan “One-stop South East Asia Youth River Tour: From Indonesia for Ecological Child’s Rights” untuk memberikan pemahaman bahwa kerusakan sungai merupakan representasi dampak buruk dari pembangunan yang tidak sesuai dengan kondisi wilayah, sehingga anak-anak yang menjadi korban dari degradasi lingkungan.
Puncak kegiatan akan dilaksanakan pada 30 Juni 2013 di Lapangan Kampus IPB Baranangsiang. Kegiatan ini akan diikuti oleh sekitar 500 orang yang terdiri dari anak-anak muda, pelajar, guru, masyarakat, pemerintah daerah, anggota Our Rivers Our Life Campaign dari regional Asia Tenggara (Indonesia, Filipina, Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja dan Vietnam) serta Kelompok anak dan pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia dan Asia Tenggara.
Pada Sabtu 29 Juni 2013 nanti, akan ada Aksi Mulung di Sungai Ciliwung wilayah Sempur bersama komunitas dan masyarakat umum. Pada Minggu pagi (30 Juni 2013) di acara Car Free Day Bogor akan diadakan flash mob bersama ratusan anak muda dari wilayah Bogor. Juga ada NGOBRAS, Ngobrol Bareng tentang Daerah Aliran Sungai bersama H. Chaerudin (Babe Idin) yang merupakan tokoh masyarakat yang fokus di pelestarian sungai di Jakarta, Kepala Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum Ciliwung, psikolog dan perwakilan anak.
Acara juga akan menampilkan foto-foto pemenang Kontes Esai Foto dan Pemutaran Film bertemakan “Sungaiku dari Hulu ke Hilir”. Ekspresi kepedulian anak-anak muda terhadap kelestarian sungainya, juga akan ditampilkan dalam berbagai karya seni dan pertunjukan. Sebagai ruang interaksi dan partisipasi, pengunjung dapat mengikuti berbagai coaching clinic.