Organisasi lingkungan mengumumkan dua gembong mafia perdagangan kayu internasional
Dalam laporan terbaru, Rogue Traders: Bisnis Hitam Penyelundupan Merbau di Indonesia, EIA yang berbasis di London bersama dengan Telapak mengidentifikasi pengusaha Ricky Gunawan dan Hengky Gosal sebagai dua pelaku utama dalam penyelundupan kayu merbau ilegal.
Laporan ini merupakan hasil investigasi Telapak dan EIA antara tahun 2009 hingga 2010. EIA dan Telapak mengimbau pemerintah Indonesia untuk menginvestigasi kedua nama tersebut dan melindungi kayu merbau melalui Convention on International Trade in Endangered Species (CITES).
Pada tahun 2005, laporan Telapak dan EIA yang berjudul The Last Frontier, mengekspos penyelundupan merbau ke Cina dalam jumlah besar dan mencengangkan. Pemerintah Indonesia merespon dengan berupaya memberantas pembalakan liar yang sebelumnya tidak pernah diperhatikan.
Meskipun usaha memberantas pembalakan liar telah dilakukan selama lima tahun terakhir, aksi penindakan terhadap para pelaku utama masih gagal. Hutan Indonesia masih terancam. Pada April 2010, tingkat pembalakan liar yang ada memicu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga akhirnya menyerukan rasa frustrasinya. Presiden SBY mengatakan tidak ada kemajuan yang dicapai dalam tuntutan hukum terhadap kasus pembalakan liar. Beliau juga menginstruksikan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum untuk menyelidiki kasus-kasus pembalakan liar.
Investigasi penyamaran yang dilakukan Telapak dan EIA dalam beberapa tahun terakhir, mengikuti peredaran perdagangan merbau ilegal di Cina dan Singapura, juga Surabaya, Makassar, dan Papua di Indonesia. Merbau merupakan kayu yang bernilai tinggi karena keras dan kuat. Merbau biasa digunakan untuk lantai, furnitur, dan pintu. Di Indonesia, hampir semua merbau berasal dari Papua. Hutan Papua merupakan bagian dari hutan tropis utuh yang masih tersisa di wilayah Asia Pasifik. Sekitar seperempat hutan Papua telah habis dalam 12 tahun terakhir.
Pada Oktober 2009, 23 kontainer kayu merbau tujuan Cina, India, dan Korea Selatan disita di Jakarta. Telapak dan EIA menyamar sebagai pembeli kayu membongkar operasi penyelundupan yang dilakukan oleh Hengky Gosal. Penyitaan tersebut menunjukkan betapa lemahnya sistem pemantauan kayu legal di Indonesia yang dilakukan oleh Sucofindo dan Badan Revitalisasi Industri Kayu.
Saat berbincang dengan investigator, Hengky Gosal mengakui telah menyelundupkan hinga 50 kontainer balok kayu merbau setiap bulannya ke Cina. Hal tersebut tentunya melanggar aturan yang menyebutkan bahwa ekspor kayu Indonesia dilarang. Hengky Gosal juga mengatakan ia menyuap petugas bea cukai untuk memastikan pengiriman yang aman keluar dari Indonesia.
Salah satu tempat utama lain untuk perdagangan kayu ilegal adalah di Surabaya, Jawa Timur. Ricky Gunawan yang sudah cukup dikenal sebagai penyelundup memilih Surabaya sebagai tempatnya beroperasi. Telapak dan EIA telah menyerahkan beberapa laporan tentang kegiatan Ricky Gunawan dari 2007 kepada pihak berwenang. Namun tetap tidak ada investigasi dan penyelidikan yang dilakukan. Desember 2009 Ricky masih saja mengirimkan balok kayu merbau ilegal ke selatan Cina.
Dengan menggunakan beberapa cara untuk memperdaya, Gunawan dapat mempengaruhi pihak berwenang. Salah satu pengiriman merbau tujuan Cina miliknya yang diakui sebagai “komponen jembatan” tertahan di bea cukai pada April 2009. Namun intervensi oleh pegawai pemerintahan dan anggota DPRD memastikan pengiriman tersebut terus berjalan mulus.
Direktur Kampanye EIA, Julian Newman mengatakan, “Sejumlah besar kayu ilegal dari Indonesia turun dalam kurun waktu lima tahun pertama. Itu artinya penegakan hukum yang efektif melawan perusahaan, cukong, dan pejabat korup sangat tidak memadai.”
Hapsoro dari Telapak mengatakan, “Tidak heran jika Presiden Indonesia menginstruksikan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum untuk meneliti kasus pembalakan liar. Hal tersebut tentu harus difokuskan pada dua penyelundup merbau seperti yang terlampir dalam laporan ini, Ricky Gunawan dan Hengky Gosal. Sudah waktunya bagi Indonesia untuk berusaha dua kali lebih keras untuk melawan pembalakan liar dan penyelundupan ilegal dengan mengejar dua pelaku utama.”
DESAKAN UNTUK BERTINDAK – DARI EIA DAN TELAPAK:
Pemerintah Indonesia harus:
- Mendaftarkan merbau dalam Apendix III pada CITES, dengan kuota untuk perdagangan yang berkelanjutan;
- Menginvestigasi kegiatan ilegal dari Ricky Gunawan dan Hengky Gosal;
- Meninjau keefektifan Instruksi Presiden no.4/2005 mengingat bukti bahwa lembaga penegak hukum gagal bekerjasama secara efektif untuk memberantas pembalakan liar.
- Membentuk dan menetapkan satuan khusus yang melapor langsung pada Presiden sebagai tindakan melawan pembalakan liar.
Wawancara, foto, dan video tersedia jika dibutuhkan. Silahkan hubungi:
- Julian Newman, EIA: juliannewman@eia-international.org Ph: 0812 88020340.
- Sheila Kartika, Telapak: sheila@telapak.org Ph:0856 8871996
Salinan laporan lengkap dapat diunduh di www.eia-international.org atau www.telapak.org .
CATATAN EDITOR:
- Environmental Investigation Agency (EIA) merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berbasis di Inggris dan gabungan perusahaan amal yang menginvestigasi dan berkampanye melawan kejahatan lingkungan, termasuk pembalakan liar. Telapak merupakan organisasi lingkungan independen berbasis di Bogor, Indonesia.
- Merbau merupakan kayu keras, kuat dan berwarna gelap yang memiliki nilai tinggi. Merbau biasa digunakan untuk lantai, papan dek, furnitur luar ruangan, pintu, dan kusen jendela. Kayu gelondongan merbau di Papua dijual dengan kisaran harga $250 hingga $300 per meter kubik. Merbau sangat diincar oleh para pembalak liar dan penyelundup kayu karena tingkat permintaannya yang tinggi di Cina dan India (untuk bahan mentah) serta Australia, Uni Eropa dan Amerika Serikat (untuk produk jadi).
- The Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) mengatur perdagangan global mengenai flora dan fauna yang terancam. Appendix II memperkenankan negara-negara untuk mengambil aksi sepihak melarang perdagangan spesies untuk membatasi risiko perdagangan berlebihan.